Solusi Hadapi Anak yang Tak Patuh dan Suka Membantah

Solusi Hadapi Anak yang Tak Patuh dan Suka Membantah

Tak sedikit orangtua yang pernah mengalami pengalaman menghadapi anak yang sulit mematuhi perintah.

Keadaan semacam ini -tentu, bukan tak mungkin membuat orangtua stres dan frustrasi.

Lantas, apa yang sebenarnya harus dilakukan? Adakah cara khusus yang harus dilakukan untuk menghadapi keadaan seperti ini?

Nah, untuk menjawabnya, coba perhatian tips dari peneliti gen, lingkungan, dan perilaku manusia sekaligus penulis buku The Child Code, Danielle M. Dick, berikut ini.

1. Fokus pada sisi positif

Bayangkan sejenak saat pasangan terus mengikuti kita hanya untuk “protes”.

Misalnya dengan mengatakan, "sayang, tolong lipat cucian lebih hati-hati."

Atau bayangkan atasan memberi kita daftar 20 hal yang semuanya perlu segera diperbaiki, tetapi ketika kita menyerahkan pekerjaan berkualitas tepat waktu, dia tak mengatakan apa-apa.

Skenario-skenario itu mungkin menghasilkan reaksi yang tidak menyenangkan, tetapi -ternyata, gambaran semacam itulah yang kita lakukan kepada anak-anak sepanjang waktu.

Kita tentu memiliki niat baik untuk mencoba membentuk perilaku anak dengan cara yang positif, seperti yang dilakukan oleh atasan kita di atas -misalnya.

Tetapi, itu sama sekali tidak efektif karena tidak ada yang menyukai seseorang yang terus-menerus meminta kita untuk memperbaiki sesuatu, sehingga tidak membuat adanya perubahan.

Jadi, cobalah hanya mengomentari kelakuan baik anak, dan lakukan pada semua hal baik yang dilakukannya, tak peduli seberapa kecil hal itu. Misalnya, dengan mengatakan, “terima kasih sudah turun dari tempat tidur setelah Ibu membangunkanmu tadi”. Atau, “Ibu senang deh melihat kamu memakan malammu sampai habis”. Sebab tak jarang, meski anak berperilaku baik seperti yang kita inginkan, kita malah mengabaikannya. Namun saat anak melakukan hal buruk seperti memukul saudaranya, kita langsung bereaksi. Ingat, anak sangat menyukai hadiah, dan pujian. Perhatian dari orangtuanya adalah salah satu bentuk dari hadiah itu.

Lagipula, ada banyak bukti yang mengungkapkan, memberikan umpan balik positif kepada anak-anak saat berperilaku baik sebenarnya mengarah pada perilaku yang lebih baik pula. Jadi, mulailah dengan berusaha untuk fokus pada perilaku baik anak, dengan mengomentari perilaku baiknya secara antusias. 2. Bermurah hati dengan imbalan, dan gunakan konsekuensi dengan cermat Tak jarang orangtua memberi rasio yang salah jika berkaitan dengan imbalan dan konsekuensi.

Biasanya, orangtua akan terlalu fokus pada perilaku buruk anak dan cara memperbaikinya. Namun, melakukan itu hanya akan membuat kita seperti atasan yang akan kita benci. Sebab, tak jarang orangtua akan memanfaatkan konsekuensi sebagai cara untuk memotivasi anak dalam berperilaku. Ini perlu dihentikan. Pasalnya, jika perilaku buruk terus berlanjut, kita akan terus memanfaatkan konsekuensi dengan gagasan bahwa menumpuk konsekuensi akan memberikan lebih banyak motivasi. Padahal, ini tidak efektif. Akan lebih baik menggunakan imbalan untuk membuat anak berperilaku baik, meski diperlukan cara tertentu untuk melakukannya. 3. Memecahkan masalah bersama anak Orangtua sering merasa, orangtua harus membentuk perilaku anak. Ini sebenarnya tidak sepenuhnya salah, karena memiliki sisi baik dan buruk. Sisi buruknya, bayangkan kita mencoba mengikat balita yang menjerit dan menggeliat ke kursi mobil. Tentu akan sulit kan? Ingat, tidak ada satu orang pun yang suka dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak mereka ingin lakukan, tak peduli berapa usianya. Intinya, orang yang paling berpengaruh terhadap perilaku anak adalah anak. Nah sisi baiknya, kita tak perlu stres karenanya. Artinya, kita tidak bertanggung jawab penuh atas perilaku anak. Tak jarang, kita memaksakan ide-ide tentang bagaimana seharusnya anak berperilaku. Jika kita memiliki anak high em, yang lebih rentan terhadap tekanan dan frustrasi, ia akan frustrasi karena terus menerus ditekan.

Pada akhirnya, hal ini membuat terciptanya feedback negatif dari anak. Akibatnya, anak akan menjadi mudah marah. Lalu, semakin banyak konsekuensi yang dipaksakan, anak pun akan menjadi lebih kesal. Kemudian, baik kita dan anak akan marah, membuat perilaku anak malah memburuk. Solusinya, cobalah ajak anak untuk memecahkan masalah bersama. Bicaralah dengan anak tentang perilakunya yang buruk itu. Misalnya, menanyakan mengapa dia memukul saudaranya atau melempar mainan-mainannya. Cari tahu apa pemicu perilaku buruk itu. Biasanya, perilaku itu dipicu dari menyelesaikan tugas di bawah tekanan -seperti berpakaian untuk sekolah, bergegas melalui rutinitas sebelum tidur.  Ketika kita berhasil memecahkan masalah dengan anak, baik kita dan anak akan menemukan cara bagaimana membuat segalanya lebih baik, dan membuat kita menemukan solusi yang cocok.

Intinya, dengan beberapa percobaan dan kesalahan, menghargai langkah kecil anak serta bekerja sama untuk membuat perilaku lebih baik, menjadi cara yang jauh lebih efektif.  


*dikutip langsung dari Kompas.com